Pengertian Qiyas
Apa itu Qiyas? Qiyas adalah suatu metode pengambilan hujjah hukum Islam. Menurut Nasrun Haroendalam buku Ushul Fiqh 1 secara bahasa arab qiyas berarti ukuran, mengetahui ukuran sesuatu, membandingkan, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain, misalnya mengukur baju dengan meteran. Qiyas menurut Ulama Ushul ialah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada nashnya kepada kejadian lain yang ada nashnya, dalam hukum yang telah ditetapkan oleh nash karena adanya kesamaan dua kejadian itu dalam illat hukumnya.Dengan kata lain, Qiyas ialah mempersamakan hukum sesuatu perkara yang belum ada kedudukan hukumnya dengan sesuatu perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya karena adanya segi-segi persamaan antara keduanya yang disebut “illat”(penyebab adanya hukum).
Di bawah ini beberapa contoh Qiyas :
1). Meminum khamar(arak) adalah kejadian yang telah ditetapkan hukumnya oleh nash, yaitu hukum haram yang diambil dari pengertian sebuah ayat Q.S al-Maidah ayat 90 “Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu.”
Karena adanya illat memabukkan. Maka setiap arak yang terdapat padanya illat memabukkan, disamakan dengan khomar mengenai hukumnya, dan haram meminumnya.
2). Jual-beli pada waktu datangnya panggilan azan shalat Jumat adalah kejadian yang sudah ditetapkan hukumnya dalam nash, yaitu makruh, yang diambil dari dalil firman Allahdalam Q.S al-Jumuah ayat 9 “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jum`at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”Karena adanya illat kesibukan yang melupakan shalat, sedangkan sewa-menyewa atau perbuatan apa saja ketika datang waktu panggilan shalat Jumat yang terdapat padanya illat itu, yaitu kesibukkan yang melupakan shalat, maka diqiyaskanlah kepada jual-beli, mengenai hukumnya. Dan karena itu makruh mengerjakannya ketika datang waktu panggilan shalat.
Qiyas digunakan pada waktu tidak ada nash, baik dari al-Qur’an ataupun dari Hadits. Pada waktu adanash, qiyas tidak boleh dipakai.Qiyas sebagai sumber hukum Islam menduduki tempat yang keempat,yakni sesudah Qur’an, Hadits, dan Ijma’.Bila dibandingkan dengan Ijma’maka Qiyas lebih luaspemakaiannya daripada Ijma’, karena banyak sekali hukum-hukum Islam diambil dari Qiyas, sebab ketentuan-ketentuan hukum didasarkan kepada Ijma’ terbatas jumlahnya dan tidak ada lagi ketentuan-ketentuan yang baru. Sudah barang tentu nash-nash al-Qur’an dan Hadits terbatas jumlahnya, sedang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dan yang dinantikan bisa terjadi tidak terbatas oleh karena itu peristiwa-peristiwa yang baru tidak mungkin dapat diberikan ketentuan hukumnya kecuali dengan melalui ijtihad dengan pikiran, dimana salah satu bentuknya adalah qiyas.
Hakikat dan Rukun Qiyas
Hakikat qiyas yaitu:
a. Ada dua kasus yang mempunyai ‘illat yang sama.
b. Satu diantara dua kasus yang bersamaan ‘illatnya itu sudah ada hukumnya yang ditetapkan berdasarkan nash, sedangkan yang satu lagi belum diketahui hukumnya.
c. Berdasarkan ‘illat yang sama, seorang mujtahid menetapkan hukum pada kasus yang tidak ada nashnya itu seperti hukum yang berlaku pada kasus yang hukumnya telah ditetapkan berdasarkan nash.
Dari uraian mengenai hakikat qiyas tersebut, terdapat empat rukun pada setiap qiyas, yaitu:
1) Ashl,yaitu sesuatu yang ada hukumnya dalam nash, disebut Maqis Alaih(yang dijadikan ukuran) atau Mahmul Alaih(yang dijadikan pertanggungan) atau Musyabbah Bih(yang dibuat keserupaan). Menurut para ahli ushul fiqh, merupakanobjek yang telah ditetapkan hukumnya oleh ayat al-Qur’an, hadits Rasulullah SAW,atau ijma’. Misalnya, pengharaman wisky dengan meng-qiyaskannya kepada khamar, maka yang ashl itu adalah khamar yang telah ditetapkan hukumnya melalui nash. Menurut ahlu ushul fiqh, khususnya dari kalangan mutakallimin yangdikatakan al-ashl itu adalah nash yang menentukan hokum, karena nash inilahyang akan dijadikan patokan penentuan hukum furu’. Dalam kasus wisky yang di-qiyas-kan pada khamar, maka yang menjadi ashl menurut mereka adalah ayat 90-91 surah al-Maidah.
2) Al-Far’u, yaitu sesuatu yang tidak ada hukumnya dalam nash, tetapi ada maksud menyamakannya kepada al-Ashl dalam hukumnya. Disebut al-Maqis(yang diukur),atau al-Mahmul(yang dibawa) atau Musyabbah(yang diserupakan). Dengan kata lain, merupakan objek yang akan ditentukan hukumnya, yang tidak ada nash atauijma’ yang tegas dalam menentukan hukumnya, seperti wisky dalam kasus diatas.
3) ‘Illat,merupakan sifat yang menjadi motif dalam menentukan hukum, dalam kasuskhamar di atas ‘illatnya adalah memabukkan.
4) Hukum al-Ashl, adalah hukum syara’ yang ditentukan oleh nash atau ijma’ yang akan diberlakukan kepada far’u, seperti keharaman meminum khamar.
Kehujjahan Qiyas
Terhadap kehujjahan qiyas dalam menetapkan hukum syara’, terdapat perbedaan pendapat ulama ushul fiqh.Jumhur ulama ushul fiqh berpendirian bahwa qiyas bisa dijadikan sebagai metode atau sarana untuk mengistinbatkan hukum syara’.Ulama zhahiriyyah, termasuk imam al-syaukani(ahli ushul fiqh) berpendapat bahwa secara logika, qiyas memang boleh, tetapi tidak ada satupun nash dalam al-Qur’an yang menyatakan wajib melaksanakannya. Ulama Syi’ah Imamiyah dan al-nazam dari mu’tazilah menyatakan qiyas tidak bisa dijadikan landasan hokum dan tidak wajib diamalkan, karena kewajiban mengamalkan qiyas adalah sesuatu yang mustahil menurut akal.
Setelah mengemukakan berbagai pendapat ulama ushul fiqh tentang kehujjahan qiyas, dapat disimpulkan bahwa pendapat itu dapat dipilah ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang menerima qiyas sebagai dalil hukum yang dianut mayoritas ulama ushul fiqh, dan kelompok yang menolak qiyas sebagai dalil hukum, yaitu ulama syi’ah, al-Nazam, dan Zhahiriyah.
Alasan penolakan qiyas sebagai dalil dalam menetapkan hukum syara’, menurut kelompok yang menolaknya:
1). Mempedomani qiyas merupakan sikap beramal dengan sesuatu di luar al-Qur’an dan sunnahRasul, dan karenanya dilarang. Qiyas tergolong ke dalam sesuatu yang tidak diketahui secara pasti, danqiyas itu bersifat al-zhan(persangkaan), dan karenanya tidak berguna untuk menetapkan hukum.
2). Mereka juga beralasan dengan sikap sebagian sahabat yang mencela qiyas, meskipun sahabat lainnya bersikap diam atas celaan sahabat tersebut. Hal ini menurut mereka, menunjukkan bahwa parasahabat secara diam-diam sepakat untuk mencela qiyas.
Jumhur ulama ushul fiqh yang membolehkan qiyas sebagai salah satu metode dalam menetapkan hukum syara’, mengemukakan alasan mereka:
1). Menurut jumhur ulama fiqh, penetapan hukum melalui qiyas adalah boleh, disebabkan karena Allah memerintahkan agar umat Islam menjadikan setiap peristiwa atau kisah-kisah terdahulu menjadi al I’tibar(pelajaran). Mengambil pelajaran dari satu peristiwa, menurut jumhur ulama, termasukqiyas.Bahkan al-Qur’an memerintahkannya.
2). Jumhur ulama ushul fiqh menyatakan bahwa, secara jelas Rasulullah pernah menggunakan metode qiyas dalam menjawab permasalahan yang diajukan kepadanya. Seperti dalam riwayat ‘Umar ibn al-Khathab suatu hari mendatangi Rasulullah SAW seraya berkata, “pada hari ini sya telah melakukan kesalahan besar, saya mencium isteri saya, sedangkan sya dalam keadaan puasa. “lalu Rasulullah mengatakan kepada Umar: “Bagaimana pendapatmu jika kamu berkumur-kumur dalam keadaan berpuasa, apakah puasamu batal?” Umar menjawab, “tidak.”Lalu Rasulullah SAW berkata, “kalau begitu, kenapa engkau sampai menyesal?”(HR. Ahmad ibn hanbal dan Abu Daud dari ‘Umar ibn al-Khathab).
3). Secara logika. Menurut jumhur ulama fiqh, bahwa hukum Allah mengandung kemaslahatan untuk umat manusia dan untuk itulah maka hukum disyari’atkan. Apabila seorang mujtahid menjumpai kemaslahatan yang menjadi ‘illat dalam suatu hukum yang ditentukan oleh nash dan terdapat juga dalam kasus yang sedang ia carikan hukumnya, maka ia menyamakan hukum kasus yang ia hadapi dengan hukum yang ada pada nash tersebut. Dasarnya adalah kesamaan ‘illat antara keduanya.
Pembagian Qiyas
Pembagian Qiyas dapat dilihat dari beberapa segi sebagai berikut:
1). Dari segi kekuatan ‘illat yang terdapat pada furu’, dibandingkan pada ‘illat yang terdapat padaashal.
a. Qiyas awlawi
yaitu qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ lebih kuat dari pemberlakuan hukum pada ashal karena kekuatan ‘illat pada furu’.
b. Qiyas musawi
yaitu qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ sama keadaannya dengan berlakunya hukum ashal karena kekuatan ‘illatnya sama.
c. Qiyas adwan
yaitu qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ lebih lemah dibandingkan dengan berlakunya hukum pada ashal meskipun qiyas tersebut memenuhi persyaratan.
2). Dari segi kejelasan ‘illatnya
a. Qiyas jali yaitu qiyas yang ‘illatnya ditetapkan dalam nash bersamaan dengan penetapan hukum ashal.
b. Qiyas khafi yaitu qiyas yang ‘illatnya tidak disebutkan dalam dalam nash. Maksudnya, diistinbathkan dari hukumashal yang memungkinkan kedudukan ‘illatnya bersifat zhanni.
3). Dari segi keserasian ‘illatnya dengan hukum
a. Qiyas muatssir
ada dua definisi:
- Pertama, qiyas yang ‘illat penghubung antara ashal dan furu’ ditetapkan dengannash yang sharih atau ijma’
- Kedua, qiyas yang ‘ain sifat(sifat itu sendiri) yang menghubungkan ashal dengan furu’ itu berpengaruh terhadap ‘ain hukum.
b. Qiyas mulaim
yaitu qiyas yang ‘illat hukum ashal dalam hubungannya dengan hukum haram adalah dalam bentuk munasib mulaim.
4). Dari segi dijelaskan atau tidaknya ‘illat pada qiyas itu
a. Qiyas ma’na
yaitu qiyas yang meskipun ‘illatnya tidak dijelaskan dalam qiyas, namun antara ashal dan furu’ tidak dapat dibedakan, sehingga furu’ itu seolah-olah ashal itu sendiri.
b. Qiyas ‘illat
yaitu qiyas yang ‘illatnya dijelaskan dan ‘illat tersebut merupakan pendorong bagi berlakunya hukumashal.
c. Qiyas dilalah
yaitu qiyas yang ‘illatnya bukan pendorong bagi penetapan hukum itu sendiri, namun ia merupakan keharusan(kelaziman) bagi ‘illat yang memberi petunjuk akan adanya ‘illat.
5). Dari segi metode yang digunakan dalam ashal dan furu’
a. Qiyas Ikhalah
yaitu qiyas yang ‘illat hukumnya ditetapkan melalui metode munasabah dan ikhalah.
b. Qiyas syabah
yaitu qiyas yang ‘illat hukum ashalnya ditetapkan melalui metode syabah.
c. Qiyas sabru
yaitu qiyas yang ‘illat hukum ashalnya ditetapkan melalui metode sabru wa taqsim.
d. Qiyas thard
yaitu qiyas yang ‘illat hukum ashalnya ditetapkan melalui metode third.
0 komentar
Posting Komentar